Sekarang ini banyak di kalangan masyarakat mengklaim bahwa berdoa kepada Allah dengan meniringi wasilah adalah perbuatan bid’ah atau perbuatan yang tidak dibolehkan. Bagi mereka yang berpendapat demikian tentunya beralsan karena berdoa kepada Allah tidak boleh memakai perantara apapun. Jika ingin berdoa maka berdoa langsung kepada Allah tanpa harus diiringi selingan doa yang lainnya. Disisi lain, masyarakat muslim yang lainnya menganggap bahwa wasilah dalam doa harus dilantunkan, karena wasilah fungsinya bukanlah meminta kepada selain Allah namun berguna untuk menyertai keberkahan doa untuk tertuju kepada Allah. Oleh karenanya, kita sebagai orang awam tentunya pastilah bertanya, yang manakah diantara dua penadapat tersebut sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, benarkah doa dengan disertai wasilah adalah tidak bolehkan ?, atau funsgi wasilah adalah sangat dianjurkan sangat dianjurkan didalam berdoa ?. Dibawah ini akan dijelaskan secara singkat pendapat yang manakah yang sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, para Sahabat dan umat muslim secara keseluruhan dalam dua pendapat tersebut.
Wasilah secara istilah dapat diartikan “Menyertai doa dengan menyebut nama-nama selain daripada Allah”. Makna disini bukanlah meminta selain daripada Allah akan tetapi kita berdoa kepada Allah namun perlu menyebut nama-nama yang lain. Seperti contoh menyebut nama para Nabi Allah, nama para ulama, nama para sahabat dan nama orang-orang yang diberkahi oleh Allah SWT.
Mayoritas umat muslim di Indonesia, bertawasul (wasilah) didalam doa sudah menjadi adat dan kebiasaan. Contohnya seperti misalnya sebelum berdoa dimulai, pembacaan fatihah kepada Rasulullah SAW, sahabat dan ulama-ulama dilantunkan terlebih dahulu. Pembacaan fatihah ini terkadang diucapkan atau dibacakan untuk beberapa kali. Ada fatihah yang diniatkan untuk seluruh umat kaum muslimin ada juga pembacaa fatihah dikuhsuskan, fatihah untuk nabi, fatihah untuk para sahabat dan fatihah untuk orang-orang shaleh atau ulama. Setelah pembacaan fatihah ini dilakukan maka barulah dimulai berdoa. Contoh lainnya seperti berdoa kepada Allah namun kita sebutkan sepertimana mislanya :
“Ya Allah, berikalah aku sesuatu yang engkau ridhai, sepertimana engkau telah meridhai para ulama-ulama terdahulu. Ya Allah, dengan keberkahan-Mu, keberkahan para nabi-Mu, dan para wali dan ulama-ulama-Mu maka kabulkanlah doaku ini.”
Sebahagian kalangan mengatakan bahwa wasilah semacam diatas adalah diharamkan, karena tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Mereka mengungkapkan pendapat ini karena merujuk kepada salah satu ayat Allah SWT :
“Berdoalah kamu kepada-Ku, akan Aku perkenankan” (Al-Mukmin : 60)
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara jiwa yang tersembunyi, bahwasanya
Tuhan tidak mengasihi orang yang aniaya (Al-Araf : 55)
“Dan apabila bertanya hamba-Ku kepada engkau (hai Muhammad) tentang aku, maka
katakanlah kepada mereka, bahwa aku dekat. Aku akan memperkenankan permintaan orang yang meminta”. (Al-Baqarah : 186)
Dikalangan orang yang bertawasul (membaca wasilah dalam doa) juga memiliki dalil didalam Al-Qur’an, Allah SWT telah berfirman sebagai berikut :
“Hai orang-orang yang beriman, Patuhlah kepada Allah dan carilah jalan –yang mendekatkan- kepada-Nya, dan berjuanglah di jalan Allah supa kamu jadi beruntung”. (Al-Maidah :35)
“Mereka mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada Tuhan”. (Al-Isra’ : 57)
Selain itu para ulama yang menganjurkan berwasilah karena terdapat beberapa pendapat ulama besar lainnya yang sangat menganjurkan doa dengan wasilah. Persetujuan wasilah ini menurut dalil adalah sah dan dianjurkan adalah mereka para Al-Mukarram :
Syeikh Ahmad Khatib Minagkabau (Salah seorang ulama besar di Makkah dan pernah menjabat sebagai mufti Mazhab Syafi’i) dalam kitabnya Nufahat ‘Ala Syarah Waraqat.
Syeikh Sayid Bakri Syata (Seorang ulama terkenal bermazhab Syafii), dalam kitabnya Ianatut Thalabin, pendapat beliau menganjurkan wasilah ada didalam kitab Ianatut Thalabin jilid 4, halaman 344.
Syeikh At-Tarabalusi , beliau adalah pengarang kitab Tauhid “Husunul Hamidiyah”. Beliau juga setuju bahwa wasilah dianjurkan, bisa dilihat pada kitab beliau halaman 203.
Syeikh Abdul Aziz Al-Hakim, beliau memberi pendapat mengenai wasilah sangat dianjurkan didalam kitabnya, Al-Futuhuhatur Rabbaniyah, juzu II, hal. 350
Syeikh Ibrahim Musa Parabek, beliau adalah ulama besar Parabek, Bukittinggi yang menjadi pimpinan dan guru besar di Sumatra Thawalib. Didalam kitabnya juga beliau memberi pendapat didalam kitab “Hidayatus Shibyan”, hal. 120.
Syeik Ramli, beliau adalah ulama besar tahun 1004 H yang bermazhab syafii dan pengarang kitab terkenal, “Nihayatul Muhtaj” 8 jilid besar. Beliau ungkapkan haruslah bertawasul didalam kitab Tijanud Dharari, hal. 16.
Imam Barzanji, didalam kitabnya Barzanji juga berpedadapat demikian.
Syeikh Muda Waly, seorang ulama besar Aceh yang bermazhab syafii dan pelopor pertama kali penyebar Thariqat Naqsyabandiyah di Aceh dan juga menjadi tokoh Bapak Pendidikan Aceh, juga berpendapat mengenai tawasul didalam kitabnya “Al-Fatawa” dan kitabnya “Tanwirul Anwar”. Kedua isi kitab ini mengenai tawasul dapat dilihat dari pembahasan beliau dan ungkapan beliau dialam kitabnya.
Dapat disimpulkan bahwa bertawasul dengan berdoa kepada Allah adalah sangat dianjurkan dan diharuskan. Hal ini karena doa yang kita minta tersebut perlulah adanya pengantar doa dari doanya ruh-ruh para nabi, sahabat, ulama dan wali yang pada hakikatnya juga mereka masih hidup. Untuk itu dengan titipan doa kita kepada beliau semua sehingga beliau-beliau membantu menyampaikan doa kita kepada Allah menurut para ulama mayoritas adalah diaharuskan.
Adapun pendapat dari para ulama terkenal diatas hanyalah sebahagian saja yang dapat dikutip, masih ada lagi pendapat-pendapat lain yang mereka jugalah setuju dan bahkan menganjurkan wasilah harus disertai didalam doa.
Jikalah dalil tawasul diatas hanya disebut dari Al-Qur’an dan pendapat para ulama saja, lalu bagaimanakah dengan pendapat Rasulullah SAW, apakah beliau pernah menyebutkan masalah ini atau apakah Rasulullah pernah mengamalkan amalan wasilah, dan bagaimanakah juga dengan para sahabat beliau ?. berikut dalil-dalilnya :
An-Nisa : 46
“Jikalau mereka telah menganiaya dirinya (berbuat dosa) lantas datang kepadamu (hai Rasulullah), lalu mereka memohon ampun kepada Allah dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Hadist dari Imam Bukhari dan Baihaqi
“Dari Anas bin malik, bahwasanya Umar bin Khattab R.A adalah apabila terjadi kemarau, minta hujan ia dengan Abas bin Abdul Muthallib. Maka beliau berkata : “Ya Allah bahwasanya kami telah bertawasul kepada Engkau dengan Nabi kami, makka Engkau turunkan hujan, dan sekarang kami bertawasul kepada Engkau dengan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan itu” (Shahih Bukhari I hal. 128) dan (Sunan Al-Kubra II hal. 352).
Hadist dari Anas Imam Baihaqi
“Dan Anas bin Malik, beliau berkata : “Telah datang seorang laki-laki Badui kepada Nabi Muhammad SAW, lalu ia berkata : “Hai Rasulullah, kami datang kepadamu karena tidak ada lagi orang yang menringis, tiadalah lag bayi yang mendengkur, kemudia ia membacakah sebuah syair kuno, yang artinya : kecuali kepadamu tak kemana kami akan pergi, kemanakah manusia akan minta bantuan kalau tidak kepada Rasul Ilahi ? Mendengar permintaan itu Nabi lantas berdiri menarik selendang beliau dan lantas naik mimbar lalu berdoa : Ya Allah, turunkahlah hujan”. (Kitab Dalail)
Hadist dari Ibnu Majjah
“Dari sahabat Nabi Abu Sa’id al-Khudri, beliau berkata : Berkata Rasulullah SAW : “barangsiapa yang keluar dari rumahnya hendak pergi sembahyang, maka ia berdoa : Ya Allah saya minta kepada Engkau dengan hak sekalian orang yang telah meminta kepada Engkau dan dengan hak perjalanan saya ini, saya tidak keluar untuk mengerjakan kejahatan, saya tidak takabur dan ria dan tidak ada pula mengharapkan pujian, saya keluar karena taku kepada Engkau dan mengharapkan keridhaan Engkau. Saya minta kepada Engkau bahwa Engkau pelihara saha dari mereka dan Engkau ampuni dosa saya karena tiada yang akan mengampuni selain Engkau..... Aku ampuni ia, kata Tuhan”. (Hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majjah dengan sanad yang shahih didalam kitab sunan Ibnu Majjah, juzu I, hal. 361-362).
Inilah adalah sebahagian dalil dari puluhan dalil Hadist nabi yang menganjurkan kepada kita unutk bertawasul kepada Allah dengan keberkahan para Nabi dan orang-orang shaleh lainnya. Nabi Muhammad juga sering jika berdoa dengan menggunakan tawasul kepada nabi-nabi lain, padahal realitanya bagi seorang nabi tidaklah perlu mewasilahkan doa kepada nabi lain, karena nabi muhammad adalah penghulu, raja, sultan, ketua dari seluruh para nabi. Lantunan doa nabi ini dapat dibuktikan dari hadist beliau yang diriwayatkan oleh Imam Imam At-Thabari dalam kitab Syawahidul Haq, hal. 154, sebagai berikut :
“Dan Sahabat Nabi Anas bin Malik, bahwasanya Nabi Muhammad SAW. Berkata dalam doa beliau begini : “Ya Allah, ampunilah Fatimah bin Asad dan lempangkanlah tempat masuknya (ke kubur) dengan hak Nabi Engkau dan nabi-nabi sebelum saya. Engkau yang paling panjang dari sekalian yang panjang (kekuasaannya).
Dari penjelasan penjang diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa berdoa dengan bertawasul adalah hal yang sangat dianjurkan. Meminta memang pada hakikatnya adalah kepada Allah namun menyertai doa dengan keberkahan para Nabi Muhammad atau nabi lainnya, atau orang-orang shaleh dan para ulama adalah dianjurkan. Jika meminta kepada selain Allah memang tidak dibenarkan tapi meminta kepada Allah dengan diikutsertakan atau membawa nama-nama Allah, nabi, orang shaleh dan para ulama adalah dianjurkan.
Untuk itu pendapat yang mengatakan bertawasul adalah tidak dibolehkan adalah pendapat yang lemah dan pendapat yang tidak mendasar sama sekali. Mereka yang menganggap bertawasul adalah tidak dikerjakan oleh nabi adalah sangatlah salah. Wajarlah jika sebahagian masyarakat kita, seperti halnya wahabi yang jelas-jelas mengatakan tawasul adalah sesat adalah mereka merupakan para ustad atau ulama yang tidak memiliki ilmu pengetahuan agama yang mendalam.
Kesimpulannya adalah bertawasul didalam doa merupakan hal yang dianjurkan. Hal ini tentunya berdasarkan dengan dalil-dalil yang telah disebutkan diatas. Baik dari dalil Qur’an, Hadist, Ijmak sahabat, dan para ulama-ulama terkemuka.
Semoga artikel bermanfaat bagi kita semua.
Sumber :
Tgk. Habibie M. Waly S.TH
Thanks for reading & sharing Muslim Atjeh
0 komentar:
Post a Comment