Home » » Bagaimana Cara Mengetahui Ibadah Kita Telah Diterima Allah ?

Bagaimana Cara Mengetahui Ibadah Kita Telah Diterima Allah ?

Posted by Muslim Atjeh on Monday, May 1, 2017


Apabila kita ketahui, dan sedari, bahwa selain Allah s.w.t itu pasti miskin atau papa, yakni tak dapat tidak kita berhajat kepada Allah. Pada waktu itulah hati kita mulai liar dengan makhluk-makhlukNya. Yakni hati kita tidak menggantungkan dalam segala keadaan kepada makhluk-makhluk Allah, tetapi pergantungan kita adalah hanya kepada Allah s.w.t. semata. Untuk itu hakikat Tauhid dan Tasawuf telah merumuskan hal keadaan ini, seperti yang telah diungkapkan oleh yang mulia Ibnu Athaillah Askandary dalam Kalam Hikmahnya yang ke-100, sebagai berikut:

 مَتَى أَوْحَشَكَ مِنْ خَلْقِهِ ، فَاعْلَمْ أَنَّهُ يُرِيْدُ أَنْ يَفْتَحَ لَكَ بَابَ الْأُنْسِ بِهِ 

"Manakala Allah telah meliarkan anda dari makhluk-makhlukNya, maka ketahuilah, bahwa Dia berkehendak untuk membukakan bagi anda keramahan denganNya.”

Kalam Hikmah ini menjelaskan kepada kita sebagai berikut:

Pertama : 
Apabila kita telah betul-betul merasakan, bahwa kita berhajat kepada Allah s.w.t. dalam segala hal berupa apa pun saja dalam hidup dan kehidupan kita, maka nyatalah kita tidak terlepas dari ketentuan Allah s.w.t. Apabila perasaan yang demikian itu telah be-gitu menyelinap dan mencekam dalam hati, otomatis hati kita menjauh dari manusia. Yakni hati kita tidak bersangkut lagi dengan manusia, tetapi adalah dengan Allah s.w.t. Atau dengan kata lain, hati kita merasakan dengan sinar Iman, bahwa segala apa yang terjadi dalam hidup dan kehidupan ini, adalah dengan ketentuan dan ciptaan Allah s.w.t. jua.

Kedua : 
Hal keadaan di atas itu disebabkan, kerena hati tidak sunyi dari sesuatu yang menjadi lawannya. Jadi, apabila hati telah lari dari makhluk, tentulah hati akan bergantung dan tertuju kepada Allah. Dan apabila hati telah mengakui kefakirannya kepada Allah s.w.t, maka hati akan mendapatkan keramahan dengan keyakinan kepada Allah s.w.t. Pada waktu itulah hati dan anggota seluruh tubuh berhadap kepada Allah. Sebagaimana hati pada waktu itu dengan segala anggota tubuh berpaling dari sekalian makhluk apa saja, kapan saja dan di mana saja. Inilah maksud syair Tasawuf, sebagai berikut:

اَلْأُنْسُ بِاللهِ  لَا يَحْــوِيْـهِ بَطَّالُ وَالْآنِـسُوْنَ رِجَالٌ كُلُّـهُمْ فَحُمُوْا
وَلَا يَحْوِزَنَّهُ  بِالْحَـوْلِ  مُحْتَالُ     وَكُلُّــهُـمْ  صَـفْـوَةٌ  لِلهِ  عُــمَّـالُ

“Ramah dengan Allah tidaklah diliputi oleh yang tidak kekal, dan tidak cenderung padanya orang yang berusaha dengan kekuatan dan daya. Semua orang yang telah jinak, hatinya merasa megah dan mulia, semua mereka itu begitu ikhlas karena Allah, lagi orang-orang yang beramal.”

Demikianlah apabila sudah jinak dengan Allah dan sudah dekat denganNya. Maka tidak akan mungkin lagi datang pengaruh-pengaruh dunia yang tidak kekal itu. Orang-orang tersebut dalam segala tindak-tanduknya dan gerak-geriknya, baik lahir ataupun bathin, memandang bahwa segala kejadian-kejadian dalam alam dunia ini, adalah dengan ketentuan Allah dan dengan ciptaanNya. Mereka tidak lagi dipengaruhi oleh perasaan-perasaan yang menimbulkan sesuatu dakwaan, bahwa segala-galanya ini mesti dengan daya manusia, tetapi sebaliknya adalah dengan kekuatan dan kekuasaan Allah s.w.t. Jadi, orang-orang yang sudah jinak hatinya kepada Allah, mereka gembira disebabkan keikhlasan dalam beramal kepada Allah sudah mulai mereka rasakan dalam jiwa dan perasaan hati, dan telah mem- pengaruhi pula anggota tubuh.

Ketiga : 
Sebagai contoh keliaran hati dari dunia di mana berarti telah terbuka pintu ramah kepada Allah s.w.t, dapat kita lihat pada suatu kejadian zaman dahulu, seperti yang telah disebutkan oleh para Ulama. Kejadian itu ialah, bahwa seorang laki-laki telah membeli seorang budak. Waktu budak itu dibeli oleh laki-laki tersebut, si hamba itu berkata: Wahai Tuan, saya menginginkan dari Tuan tiga syarat sebelum Tuan membeli saya: 
Syarat pertama, apabila masuk waktu sembahyang, maka jangan-lah Tuan melarang saya bersembahyang.
Syarat kedua, bahwa Tuan mempekerjakan saya, hanya di waktu siang saja dan jangan di waktu malam.
Syarat ketiga, bahwa Tuan jadikan sebuah kamar buat saya yang tidak boleh dimasuki oleh seseorang pun selain hanya saya. Laki-laki itu berkata: “Baiklah, bahwa usulanmu itu aku terima dan cubalah lihat kamar-kamar itu semua, semoga ada yang cocok denganmu. ” Si budak itu pun melihat semua kamar-kamar tersebut, sehingga ia mendapatkan kamar yang jelek, tetapi menurut dia adalah baik, meskipun kamar tersebut kamar yang tidak baik menurut pandangan orang lain. Maka Tuannya itu bertanya kepadanya:

“Kenapakah anda pilih kamar yang jelek itu?” Si budak menjawab: “Biarlah jelek tetapi asalkan ia merupakan bangunan yang indah di sisi Allah s.w.t.” Maka di kamar itulah si budak tersebut bertempat tinggal di malam hari dan melaksanakan amal ibadahnya kepada Allah s.w.t. Pada suatu malam, Tuannya mengadakan pesta yang dihadiri oleh banyak tamu dari para undangan yang menghadiri pesta itu. Setelah lewat tengah malam orang-orang yang menghadiri pesta itu pun bubar meninggalkan rumah itu, si Tuan rumah berjalan-jalan dalam rumahnya sebagai melepaskan keletihan setelah selesainya pesta di malam tersebut. Tiba-tiba penglihatannya tertumpu pada kamar sang pembantu dan dia melihat dalam kamar tersebut sebuah lampu bergantung di atap, sedangkan cahaya sinar lampu itu menembus ke langit-langit atap kamar si budak pembantu itu. Sedangkan si budak tengah melakukan sembahyang, sedang sujud bermunajat kepada Allah s.w.t. Tuan rumah dapat menangkap apa-apa yang diucapkan si budak itu dalam sujudnya. Si budak itu bermunajat kepada Allah dengan kata-kata:

“Ya Tuhanku! Engkau telah perintahkan daku berkhidmat me-laksanakan tugas-tugasku terhadap majikanku di waktu siang hari. Andaikan jikalau bukan tugas yang demikian, maka aku tidak akan bekerja selain semata-mata berkhidmat kepadaMu, ya Allah, pada malamku dan pada siang hariku. Oleh sebab itu Engkau ampunilah aku ini wahai Tuhanku!” Majikannya asyik sekali melihat kejadian yang demikian itu, sehingga subuh hari. Kemudian hilanglah cahaya lampu dari pengli-hatannya dan bertaut kembali loteng dan atap kamar si budak tersebut. Si majikan lalu masuk ke kamarnya dan menceritakan kepada isterinya apa yang telah terjadi. Kerena itu pada malam keduanya setelah pertengahan malam, majikan dan isterinya sama-sama mengintip kamar sang budak. Pada saat itu, mereka berdua melihat kejadian seperti apa yang telah terjadi pada malam pertamanya. Mereka mengintip lewat lobang-lobang dinding kamar tersebut, sampai ke subuh hari.

Kemudian pada siang harinya majikan dan isterinya memanggil budaknya itu dan menyampaikan kepadanya, bahwa anda mulai dari saat ini menjadi manusia merdeka karena Allah s.w.t, sehingga anda akan benar-benar mengarahkan ibadat anda kepada Allah di mana anda telah meminta keampunanNya, disebabkan anda tidak dapat menjalankan pengkhidmatan suci kepadaNya dengan lebih sempurna. Di samping itu, kedua suami isteri tadi menceritakan kepada budaknya akan kemuliaan-kemuliaan yang diberikan Allah terhadap budak itu sebagaimana yang mereka lihat sendiri. Tetapi bagi sang budak, demi mendengar yang demikian itu, ia kaget dan terkejut seraya mengangkat kedua tangannya ke arah langit dan berkata:

“Ya Tuhanku! Aku telah bermohon kepadaMu agar Engkau tidak memperlihatkan keadaanku kepada selainMu. Maka apabila Engkau telah membukakan dan memperlihatkan rahasiaku itu, matikanlah aku ya Tuhan!”

Demi setelah kata-katanya itu selesai, dia pun rebah dan mati seketika itu juga. Demikianlah contoh hamba Allah yang shaleh di mana hatinya telah merasa jauh dengan makhluk, tetapi telah begitu dekat kepada Allah, sehingga hatinya telah jinak kepadaNya, gemar dan cinta kepadaNya. Dan beginilah yang dikehendaki dan menjadi cita-cita bagi para wali Allah s.w.t.

Kesimpulan:

Apabila hati telah liar dalam pergaulan hidup terhadap makhluk, manusia dan alam sekelilingnya, maka hati itu telah diliputi dengan kejinakan dan keramahan pada mengingat Allah dengan beribadat dan asyik dengan ilmu pengetahuan yang terus menambah keimanannya dan keyakinannya untuk lebih hampir lagi kepada Allah s.w.t. Maka berarti orang itu telah dibukakan pintu keramahan dari Allah ter-hadapNya. Dan apabila pintu itu telah terbuka, maka yang demikian itu menunjukkan bahwa hamba yang bersangkutan telah dekat kepada Allah dan telah diperbolehkan padanya untuk masuk gedung perbendaharaan Allah, perbendaharaan nikmat, iman dan yakin kepadaNya. Hal ini tidak mustahil. Dan yang penting adalah beramal dengan sebaik-baiknya, karena itu berjuanglah dengan amal dan ibadat.

Semoga Allah s.w.t. akan mengurniakan kepada kita keindahan dan keramahan terhadap ketuhanan Allah dalam arti yang luas. Amin, ya Rabbal-’alamin.

Sumber : 
Syarah Al-Hikam
Abuya Prof. Dr. Tgk. Muhibbuddin Muhammad Waly










Thanks for reading & sharing Muslim Atjeh

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Loading...
'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();