Menjadi hamba Allah sudah pasti tidaklah mudah. Kita harus di gembleng, di uji dan berhasil dalam berbagai macam cobaan dari Allah. Jika semua ini kita hadapi dengan iman dan ihsan yang benar kepada Allah tentulah Allah akan mengakui kita sebagai hamba-Nya. Itulah sebabnya mengapa didalam al-Qur'an gelar 'Abdun, atau "hamba" hanya sedikit Allah gunakan, dan kata hamba ini hanya tertuju kepada para orang-orang shaleh, seperti para nabi, khususnya nabi Muhamamd SAW saat Allah menggunakan kata 'Abdun ketika Ia menceritakan kisah perjalanan Muhamamd SAW pada malam isra mi'raj. Ada alasan mengapa baginda Nabi disebut "hamba", hal ini karena beliau mengalami isra setelah beliau digembleng, dihina, diuji dan di coba oleh Allah SWT. Namun apakah kita bisa menjadi hamba Allah ?, jawabannya pasti bisa. Karena hakikatnya makna dari setiap ayat al-Qur'an berbunyi "Wahai orang-orang beriman..." adalah tertuju pada setiap hamba yang beriman bukan pada muslim yang tidak beriman. Tentunya panggilan Allah atas orang beriman adalah pada hakikatnya seorang hamba Allah. Jika disebut orang beriman sudah pasti ia adalah hamba Allah. Hamba Allah adalah orang-orang terpilih dan mendapat faedah besar dari Allah didunia dan akhirat nanti. Namun bagaimanakah cara kita bisa menjadi hamba Allah ? adakah metodenya, berikut penjelasannya :
Allah berfirman dalam Q.S. 5 Al-Maidah: 5, Madaniyyah:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.”
Ada 3 perintah Allah yang diwajibkan atas orang beriman :
Pertama : Bertakwa kepada Allah apabila kita berdosa.
Orang-orang beriman wajib melaksanakan Syariat-syariat Allah, yakni perintah Allah mesti dikerjakan dan larangan Allah harus ditinggalkan. Apabila Allah menjadikan kita selaku pemimpin dalam masyarakat, apabila kita memegang pemerintahan yang dipercayakan umat kepada kita untuk memimpin mereka maka hendaklah syariat Allah mesti kita kerjakan dengan membuat undang-undang peraturan-praturan yang tidak bertentangan dengan syariat Allah SWT.
Apabila kita dilimpahkan Allah pengetahuan keagamaan, Allah Ta’ala perintahkan kepada kita supaya ilmu yang dilimpahkan tersebut untuk diamalkan dan kita berikan petunjuk-petunjuk kepada umat. Nilai-nilai Islam agar dapat diamalkan dijadikan undang-undang atau peraturan-peraturan agar dijadikan pedoman oleh umat Islam dalam berbagai kegiatan hidup dan kehidupan mereka. Perintah Allah kepada Ulama, untuk menyampaikan dan menyebarluaskan perintah-perintah Allah, untuk diamalkan dan larangan-larangan Allah untuk dijauhkan.
Bagi ulama yang khusus membidangi kerohanian, berupa nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai syariat agama kita Islam wajib disampaikan kepada umat. Agar umat terpetunjuk kejalan Allah. Berakhlak dengan akhlak islami dari segala yang baik untuk diamalkan dan segala yang tidak baik untuk dihentikan. Inilah makna dari kalimat tafsir diatas : إتقوا الله بالتزام شراعته . Bertawakkallah kalian kepada Allah dengan melaksanakan syariat-syariat Allah dengan hukum-hukum-Nya. Kalau tidak maka kita berdosa besar. Justru pada hal-hal yang mampu kita mengaturnya dan mengundangkannya tetapi kita pura-pura tidak tahu. Para ulama sudah lepas tanggung jawabnya apabila nilai-nilai kebenaran yang telah disampaikan mereka.
Kedua : Kita Wajib mencari waasilah.
Yakni senantiasa mencari jalan-jalan untuk kita senantiasa dalam ridha Allah. Jalan-jalan itu merupakan amal shalih, karena dengan amal shalihlah kita dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT. Diantara wasilah itu ialah kita wajib mematuhi segala apa yang disampaikan oleh Nabi kita, Muhammad SAW. Karena apa yang telah disampaikan oleh baginda Rasulullah adalah memperkuat nilai-nilai kebaikan yang telah disampaikan oleh para Nabi dan para Rasul sebelumnya.
Ahli tafsir juga mengatakan supaya kita mencintai para wali Allah. Berupa para ulama yang shalih dan tekun yang senantiasa berjuang dengan ilmunya dan amalnya untuk menunjuki umat kepada jalan Allah. Para ulama yang seperti ini banyak kita temukan di Aceh, baik dalam sejarah Aceh sejak zaman dahulu hingga sampai pada akhir abad yang ke-20. Bahkan juga masih ditemukan pada zaman sekarang ini walau sangat sedikit jumlahnya, tetapi dapat diketahui perjuangan mereka bahkan kadang-kadang ilmu mereka dimanfaatkan oleh Negara dan Bangsa. Meskipun negara kita tidak berdasarkan Islam tetapi hakekat Islam masih diindahkan dan karena itu berhasillah kemerdekaan Indonesia ini dan berhasil pulalah keamanan dan kedamaian di Nanggroe Aceh ini. Maka hal keadaan ini adalah tidak terlepas dari pada petunjuk-petunjuk para ulama yang ikhlas menunjuki umat kejalan Allah.
Bahkan juga sewajarnya, kita berziarah kepada para ulama dan para wali Allah, yang mereka adalah hamba-hamba Allah yang dicintai-Nya. Tidak lupa kita berdoa kepada Allah ta’ala, baik ketika berziarah ke makam para ulama sehingga kita tidak terlepas dan senantiasa ingat kepada nilai-nilai yang disampaikan oleh Ulama atau Wali Allah yang kita ziarahi tersebut. Yang apabila nilai-nilai itu kita jadikan petunjuk untuk umat, Insya Allah kita akan diselamatkan oleh Allah, dan Allah – Insya Allah – akan menyampaikan hajat dan cita-cita kita. Insya Allah! Jalan kita akan terang diterangi oleh Allah dan kita senantiasa dalam keadaian damai. Terhindar dari pada hal-hal negatif yang timbul dalam masyarakat itu, yang membawa perpecahan antara sesama kita. Apalagi hal negatif dan bahaya tersebut menyerang aqidah umat Islam dan syariat dalam agama Islam itu sendiri. Tentu saja hal keadaan negatif yang menggerogoti pemahaman aqidah umat, harus ditangani dengan serius oleh kita semua. Sehingga kehidupan beragama kita, dapat kembali terlaksana sedemikian rupa, dan kita dapat melaksanakannya dengan nilai-nilai yang telah dikembangkan oleh para ulama kita dan mujahid-mujahid kita sejak zaman dahulu kala. Mereka para ulama Aceh yang tidak asing lagi bagi kita siapa-siapa mereka, mereka telah berbuat banyak dengan menyampaikan ilmu pengetahuan keagamaan, yang selalu dibarengi dengan adat yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama itu sendiri.
Ketiga : Hendaklah kita terus berjuang di jalan Allah, bahkan apabila dengan perjuangan itu kita syahid karena mempertahankannya, maka kita sukses dunia akhirat, لعلكم تفلحون demikian maknanya.
Perjuangan untuk meninggikan agama Allah terbagi kepada dua :
A. Perjuangan yang mengatasi orang-orang musyrik, oleh karena akidahnya sudah menyimpang dari akidah Islam. Seperti yang telah diwarisi dari Nabi Muhammad SAW, para Sahabanya, para pengikutnya baik salaf maupun khalaf. Akidah yang benar yang harus kita kembangkan adalah akidah Ahlusunnah wal jam’ah. Demikian menurut Hadist Nabi dan ketetapan para ulama Islam anda bisa membacanya dari kitab Ihya Ulumuddin dan kitab-kitab Tauhid, yang sama-sama dimaklumi bagi kita orang Aceh khususnya. Demikian pula pada hal-hal yang berkenaan dengan syari’at. Yang berkembang luas pada fiqh Islam, dimana analisa-anilas pemahaman yang benar telah terkumpul oleh empat Mazhab, yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan mazhab Hanbali. Begitu pula dalam bidang tasawuf, semuanya telah tertera peninggalan dari pada ulama-ulama besar sejak zaman dahulu kala.
Inilah nilai-nilai yang harus kita pahami, tidak boleh menyimpang dari padanya dan apabila kita mempertahankannya, kita harus mempertahankan dengan jiwa raga kita. Apabila kita wafat dalam mempertahankannya, maka kita mati syahid. Inilah pegangan umat Islam sedunia, yang mereka berada dibawah panji Islam Ahlusunnah wal Jama’ah. Dan atas dasar ini pulalah perjuangan ulama Islam yang di Aceh, seperti Tgk. Chik Kuta Karang, Tgk. Syiah Kuala, dan lain-lain. Dan pada akhir abad ke-20, dilanjutkan lagi dengan berkembangnya pendidikan pesantren. Diantaranya dikembangkan oleh Syekh Hasan Krueng Kalee dan Syaikhul ‘Am Maulana Syeikh Maulana Muda Wali al-Khalidi. Dan diikuti oleh murid-murid kedua beliau di Aceh ini. Meskipun sudah banyak meninggal ulama tetapi generasi ulama Ahlususnnah akan berjuang terus hingga sampai pada akhir zaman. Semoga Allah melimpahkan rahmat kedamaian dengan segala nikmat-nikmat Allah yang terkandung di dalam bumi Aceh ini. Semoga Allah menyelamatkan kita semua, dunia kita dan agama kita hingga kita mencapai Husnul Khatimah dan Husnul ‘Aqibah. Semoga Allah senantiasa menyertai segala gerak langkah kita dan Nanggroe Aceh tercinta in hingga berakhirnya dunia yang fana ini.
Sumber Artikel :
Ulama Aceh
(Abuya Prof. Dr. Tgk. H. Muhibbuddin Waly Al-Khalidy)
Thanks for reading & sharing Muslim Atjeh
0 komentar:
Post a Comment