Home » » Batas Waktu Sahur, Pada Adzan Atau Bunyi Surune ?

Batas Waktu Sahur, Pada Adzan Atau Bunyi Surune ?

Posted by Muslim Atjeh on Monday, June 12, 2017


Bunyi surune atau sirine di waktu fajar tidak asing bagi kita sebagai masyarakat indonesia. Selain berdengingnya surene saat fajar tiba di bulan ramdhan namun surune juga sebagai tanda ada banyak pesan yang disampaikannya. Baik tanda bencana, sebagai tanda masuk dan keluarnya sekolah, atau sebagainya. Namun benda yang berbunyi memanjang ini sepertinya hanya khusus ternilai disaat bulan ramdhan saja, bagi kita surune di bulan ramadhan sudah menjadi dua patokan tanda didalamnya, pertama adalah tanda berbuka puasa dan yang kedua adalah tanda dimana waktu sahur telah habis. Namun bukan disini pembahasan kita, akan tetapi terletak pada makna berhentinya sahur yang menjadi patokan tanda surune, sebahagian masyarakat menganggap bahwa surune berbunyi merupakan tanda sudah habisnya waktu sahur. yang menjadi pertanyaanya adalah, betulkah tanda habisnya waktu sahur terletak pada bunyi surune ?, salahkah secara hukum menjadikan bunyi surune sebagai waktu berhentinya sahur ? dan Bagaimana menurut arahan Rasulullah SAW ?

Didalam islam sejak masa Rasulullah hingga sebelum ditemukannya alat tekhnologi segala tanda dalam ibadah telah diajarkan langsung oleh beliau dan generasi sesudahnya, yaitu generasi para sahabat, tabiin hingga masa tabi' tabiin. Maksud tanda disini adalah tanda bagi masuk dan habisnya waktu shalat, zakat, haji, umrah, puasa dan termasuk waktu habisnya sahur. Para ulama telah mencantumkan hukum-hukum ini didalam kitab-kitabnya. Mengenai batas habisnya sahur telah dijelaskan oleh Allah dan Rasulullah SAW.

Allah berfirman : 

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187)

Ayat ini diperjelaskan oleh Rasulullah SAW : 

إِنَّ بِلالا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ ، فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ
“Sungguh Bilal mengumandangkan adzan di malam hari. Tetaplah kalian makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

إِذَا سَمِعَ أَحَدُكُمْ النِّدَاءَ وَالإِنَاءُ عَلَى يَدِهِ فَلا يَضَعْهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ مِنْهُ
“Jika salah seorang di antara kalian mendengar adzan sedangkan bejana (sendok, pen) ada di tangan kalian, maka janganlah ia letakkan hingga ia menunaikan hajatnya.” Dalam riwayat lain disebutkan,

Jelas disini bahwa waktu sahur itu adalah tepat diwaktu azan subuh, jika azan subuh telah berkumandang maka sahur telah habis. Dan segala hal yang bersifat membatalkan puasa, seperti makan, minum, jima, dan lain sebagainya telah diharamkan. 

Lalu bagaiaman dengan fungsi adanya surune ?. Surune digunakan sebagai tanda bahwa waktu sahur akan habis. Namun untuk minum, makan dan lainnya yang dapat membatalkan puasa masih bisa dilakukan. Jika dalam ilmu ushul, surune ini digolongkan kepada makna Ihtiyath, Ihtiyath adalah "Menjaga-jaga" atau dalam bahasa lainnya adalah berhati-hati. Ihtiyath dalam ibadah sangat dianjurkan, karena makna berhati-hati atau berjaga-jaga adalah lebih baik dari pada ceroboh. Contoh misalnya ihtiyath saat seusai shalat wajib, ketika kita menganggap bahwa shalat wajib kita sangat kurang pahalanya maka diisi atau di ihtiyathkan dengan shalat sunnah agar shalat wajibnya dapat lebih pahalanya. Contoh lainnya adalah seperti luka pada tangan, jika luka seukuran dua senti maka mengobatinya seukuran  3.5 centi. Dalam ibadah diperlukan hal demikian ini, maka surune adalah seperti pada contoh diatas. 

Namun perlu diperhatikan, bahwa mematok tanda habis sahur pada bunyi surune adalah perbuatan yang salah. Karena hukum dasarnya telah dijelaskan oleh Rasulullah. Hal ini perlu diperhatikan baik-baik, karena disebahagian masyarakat kita masih menganggap bahwa tidak boleh lagi makan dan minum jika bunyi surune berdengung. Secara hukum pengambilan dasar dalil semacam ini tidaklah sesuai karena pada dasarnya masalah ini nabi telah menjelaskan secara jelas dan nyata. 

Inilah jawaban singkatnya. Semoga amal ibadah puasa kita di terima oleh Allah SWT. 

 Sumber : 
Artikel Tgk. Habibie M. Waly S.TH

Thanks for reading & sharing Muslim Atjeh

Previous
« Prev Post

0 komentar:

Post a Comment

Loading...
'; (function() { var dsq = document.createElement('script'); dsq.type = 'text/javascript'; dsq.async = true; dsq.src = '//' + disqus_shortname + '.disqus.com/embed.js'; (document.getElementsByTagName('head')[0] || document.getElementsByTagName('body')[0]).appendChild(dsq); })();